26 rb Korban WanaArtha Gelar Aksi di Kedubes AS dan Kemenlu Desak Pemulangan Tiga Buronan

 

Bernasindo.com, Jakarta – Ratusan nasabah WanaArtha Life yang tergabung dalam Aliansi Korban Asuransi WanaArtha Life (WAL) menggelar Aksi Damai di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Rabu (10/12/2025).

Aksi ini menuntut konsistensi penegakan hukum dan kerja sama internasional untuk memastikan para buronan pemilik WanaArtha Life dapat dipulangkan ke Indonesia dan diadili atas kerugian masif yang mencapai Rp 15,9 triliun dari lebih dari 26.000 pemegang polis.

Dalam tuntutannya, Aliansi WAL meminta pemerintah Amerika Serikat untuk:
1. Mendeportasi tiga tersangka pemilik PT WanaArtha Life, Evelina Larasati Fadil, Manfred Armin Pietruschka, dan Rezanantha Pietruschka, ke Indonesia.
2. Mengaktifkan kembali Red Notice yang sebelumnya pernah terbit namun dibatalkan.
3. Tidak memberikan perlindungan imigrasi apa pun kepada para buronan, termasuk suaka, asylum, golden visa, atau bentuk perlindungan lain.
4. Melanjutkan kolaborasi internasional dalam memerangi kejahatan keuangan lintas negara.
5. Memastikan proses pemulangan dan penegakan hukum berjalan transparan serta adil.

Ketua Aliansi Korban Wanaartha, Johanes Buntoro, menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar skandal finansial, tetapi tragedi kemanusiaan terbesar di industri asuransi Indonesia.

“Mereka bukan korban politik, bukan pengungsi perang, bukan pihak yang dianiaya. Mereka adalah tersangka pelaku kejahatan keuangan yang menyebabkan ribuan keluarga kehilangan masa depan. Ini tragedi kemanusiaan yang tidak boleh dibiarkan berlarut,” tegas Johanes di Jakarta Pusat, Rabu, (10/12/2025).

Salah satu korban, Tien, menyampaikan harapannya setelah rombongan WAL akhirnya diterima oleh Kementerian Luar Negeri. “Puji syukur hari ini kami diterima dengan baik oleh Kemenlu. Selama ini ternyata Kemenlu belum pernah diajak koordinasi, padahal kita sudah berjuang ke banyak institusi,” di lokasi yang sama.

“Semoga pertemuan ini jadi titik terang, setelah tadi juga kami bersitegang di Kedubes AS, bertemu staf Kemenlu memberi harapan baru. Kita berharap mereka mulai dilibatkan dan tidak lagi dikesampingkan,” ujar Tien.

Nasabah lain, Christian, mengaku terkejut karena Kemenlu terlihat belum memahami detail kasus WanaArtha secara menyeluruh.

“Cukup kaget, mereka seperti belum tahu masalahnya sejauh apa. Kita sudah ke Bareskrim, ke mana-mana, tapi takutnya nanti ujung-ujungnya saling lempar instansi. Di sini tidak diterima, di sana disuruh balik lagi. Tidak selesai-selesai. Mestinya ditanggapi serius dan diselesaikan. Istilahnya, ‘no viral no justice’ dan itu menunjukkan lemahnya penegakan hukum kita,” ucapnya di lokasi yang sama.

Tien kembali menegaskan bahwa para korban tetap menjaga optimisme meski perjuangan mereka sudah berlangsung bertahun-tahun. “Semoga saja ada pencerahan setelah pertemuan ini. Selama ini seperti gelap gulita. Tapi kita tetap positive thinking dan tetap harus mengawal mereka,” katanya.

Sementara itu, Eron menegaskan bahwa perjuangan para korban tidak akan berhenti sampai para buronan dipulangkan dan para tersangka lain diproses hukum sepenuhnya.

“Kita tetap fight sampai tiga buronan itu bisa dideportasi dan dibawa pulang ke Indonesia. Untuk empat penjahat yang masih tersangka, harus segera P21. Kita akan terus fight, tidak mundur,” tegas Eron.

Dalam pernyataan resmi, Aliansi WAL kembali mengurai dampak tragedi ini:
* Puluhan korban lansia meninggal dunia karena sakit, depresi, atau tidak mampu bertahan setelah seluruh tabungan hidup mereka hilang.
* Ratusan anak kehilangan masa depan pendidikan, karena orang tua mereka tak lagi mampu membayar biaya sekolah.
* Ribuan keluarga mengalami tekanan ekonomi ekstrem, kehilangan pekerjaan, usaha runtuh, hingga memicu konflik rumah tangga.
* Para pensiunan kehabisan sumber hidup, bahkan kesulitan membeli makanan dan obat-obatan harian.

Aksi hari ini menjadi penegasan bahwa para nasabah tidak akan berhenti menuntut keadilan hingga negara mengambil langkah nyata. Mereka menyerukan bahwa tidak boleh ada celah hukum atau proteksi negara lain yang membuat para tersangka dapat terus bersembunyi. ( ***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *