Bernasindo.com, Jakarta – Pengacara Dr. Benny Wullur, S.H., M.H.Kes mendampingi seorang Ibu bernama Kusumayati (65 th) yang diduga menjadi korban kriminalisasi oleh anak kandungnya sendiri dalam kasus sengketa waris.
Kasus bermula ketika Kusumayati secara tidak sengaja tidak mencantumkan nama anak tersebut sebagai salah satu ahli waris, sehingga dianggap seolah-olah hak waris sang anak hilang usai ayahnya meninggal dunia.
Menurut Dr. Benny, Notaris telah mengakui kekhilafan itu dan menyampaikannya kepada pihak terkait. Namun, perkara tetap dilaporkan ke polisi dan berujung pada putusan Pengadilan Negeri Karawang Nomor 143/B/2024 yang menjatuhkan vonis Percobaan 10 bulan pidana. Putusan tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung melalui Nomor 434/2024, yang menjatuhkan hukuman Percobaan 10 bulan, tetapi tidak perlu dijalankan karena bersifat percobaan dengan syarat khusus.
Syarat tersebut mengharuskan terdakwa, dalam waktu tiga bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, menyerahkan daftar harta yang diperoleh selama pernikahan dengan almarhum Sugianto serta melakukan audit terhadap perusahaan PT Ekspedisi Muatan sejak tahun 2012. Meski pihaknya mengajukan kasasi melalui Putusan Nomor 697 K/Pid/2025, Mahkamah Agung menolak permohonan tersebut, sehingga putusan Pengadilan Tinggi tetap berlaku.
“Yang aneh, kewajiban audit malah dibebankan kepada seorang ibu rumah tangga, bukan direktur perusahaan sebagaimana mestinya. Ini menyalahi logika hukum perusahaan,” ujar Dr. Benny di Jakarta Pusat. Rabu, (13/08/2025).
Ia juga mempertanyakan adanya intervensi dari Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK) yang memerintahkan auditor yang telah ditunjuk untuk mundur, padahal Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) mengatur bahwa penunjukan auditor merupakan kewenangan direksi atau pihak berwenang di perusahaan.
Kusumayati sendiri mengaku kecewa dengan proses hukum yang dijalaninya. “Bapak Kejaksaan, Bapak Mahkamah Agung, tolong bantu saya supaya bisa bebas. Saya sudah 39 tahun mengabdi, tapi rasanya tidak ada keadilan,” ujarnya dengan suara bergetar di lokasi yang sama. Ia juga menilai Kejaksaan terlalu menuruti keinginan pelapor meski pelaksanaan hukuman sudah berjalan.
Selain hukuman percobaan, Kusumayati diminta untuk melakukan audit perusahaan dan memberikan daftar harta kekayaan. “Sebetulnya ini aneh. Kalau mau pendataan harta, seharusnya diajukan dalam gugatan perdata, bukan digabung dengan pidana. Mana bisa seorang ibu rumah tangga yang hanya disebut sebagai direktur di dokumen disuruh melakukan audit? Sesuai Undang-Undang PT, yang berwenang menunjuk auditor adalah direktur yang aktif menjalankan perusahaan, bukan saya,” tutur Dr. Benny.
Dr. Benny menegaskan bahwa perkara ini berpotensi menjadi preseden buruk jika seorang ibu dapat dipidana hanya karena kesalahan administratif yang tidak disengaja. Ia meminta Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Komisi Yudisial turun tangan untuk memeriksa ulang perkara ini secara objektif dan adil. (War)
