JAKARTA | Bernasindo – Senin (11/12/2023), pukul 16.00 WIB, bertempat di Restoran Solaria Lantai 2 TIS Square, Tebet Jakarta Selatan, diadakan acara Konferensi Pers. Adapun acara ini diadakan untuk memberikan gambaran mengenai situasi terkait mengenai kelanjutan proses penanganan perkara dugaan penyerobotan lahan warga di kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Tema dalam konferensi pers tersebut adalah “Jangan Ada Lagi Kriminalisasi di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.”
Dalam acara tersebut, turut mengundang Ketua Umum DPP Gerakan Pengawal Supremasi Hukum (GPSH), H. M. Ismail, SH., MH., Chevy Rasyid, SH., Erling Riyadi, SH., MH., Drs. Antoni Amir, SH., Hj. Emi Rahmiyati, SH., M. Fery Insan, SH. dan tokoh Betawi Bang Jalih Pitung atau biasa dipanggil BJP. Semua bergabung dalam DPP GPSH (Dewan Pengurus Pusat Gerakan Pengawal Supremasi Hukum).
Dalam pernyataan kepada Pers, Ketua Umum DPP Gerakan Pengawal Supremasi Hukum, H. M. Ismail, SH., MH. mengatakan bahwa perlu ada ketegasan dari Pemerintah agar kasus dugaan penyerobotan lahan warga di Kabupaten Berau oleh pihak swasta pengolah batubara, dalam hal ini Berau Coal Energy ditindak sesuai hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
“Kami terus berjuang bersama masyarakat di Kabupaten Berau atas pengusuran tanah warga yang diduga dilakukan boleh PT. BCE. Sejak 7 tahun yang lalu, sekitar 6000 (enam ribu) hektar tanah warga yang dimiliki 3000 kepala keluarga diserobot tanahnya tanpa hak yang diduga dilakukan oleh PT. BCEBCE, ” ujarnya kepada media.
Kemudian H. M Ismail kembali menjelaskan, “Warga di Kabupaten Berau tengah mengalami ketertindasan yang biasanya untuk menghidupi sehari-hari, mereka sekitar 3000 (tiga ribu) orang pemilik tanah tersebut, harusnya dengan kedatangan investor dapat menguntungkan, ternyata sebaliknya. Padahal seperti yang dicita-citakan oleh pemerintah Indonesia adalah untuk menambah kesejahteraan masyarakat setempat, malah mereka terlantar. Mereka menyampaikan tuntutan atas kesewenang-wenangan dari BOE, namun malah dikriminalisasi oleh pihak pemerintah dan aparat setempat, ” pungkasnya.
H.M Ismail melanjutkan bahwa sampai ada yang ditahan akibat berunjuk rasa, diadili dan ditahan dari 9 bulan hingga ada yang 2 tahun kurungan penjara. “Sudah sekitar belasan warga yang tidak bersalah malah diproses hukum dan dipenjarakan oleh penegak hukum di wilayah Berau. Kriminalisasi yang terjadi di Kabupaten Berau khususnya di atas tanah mereka harus segera diberantas.”
“Kesimpulannya adalah bahwa masyarakat di Kalimantan Timur pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh penguasa yang kemudian kriminalisasi. Oleh karena itu kami selalu DPP GPSH mendesak presiden RI Joko Widodo menyelesaikan masalah ini dengan seadil-adilnya. Jika pihak BOE tidak bisa membayarkan ganti rugi tanah, maka kembalikan saja hak tanah warga Berau. Jangan ada pelanggaran hak asasi manusia dan kriminalisasi di tanah warga Berau, Kalimantan Timur, ” harap H.M. Ismail, SH., MH.
Hal serupa juga ditekankan oleh Drs. Antoni Amir, SH., “Kami menekankan dari Pemerintah setempat harus bertindak adil dan jangan merugikan masyarakat Berau. Kami juga mendesak Pemerintah pusat untuk menindak kesewenang-wenangan dari PT. BOE atas tanah warga. Harus segera mengganti rugi, jika tidak, Pemerintah pusat harus berani mencabut ijin operasi dari PT. BOE, ” tegasnya.
Erling Riyadi, SH. menambahkan bahwa kondisi penegakan hukum di daerah Berau tidak adil. “Beginilah kondisi sebenarnya. Malah yang menuntut haknya warga Berau, dikriminalisasi. Perlu ada keadilan di Kabupaten Berau, ” tukasnya.
Sedangkan tokoh Betawi, BJP mengemukakan bahwa sangat prihatin dengan keadaan yang terjadi di masyarakat Berau saat ini. “Ini merupakan pelanggaran hukum, pelanggaran adat, dan pelanggaran konstitusi. Dimana kita ketahui bahwa dalam UUD 1945, tanah dan air dikuasai oleh negara dan diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat.
Namun malah karena adanya pihak oligarki dan swasta yang semena-mena di tanah Berau, menjadikan warga Berau menderita. Kami mendesak Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Pusat, bahkan Presiden RI untuk menindak tegas PT. BOE. Apa perlu mencabut ijin tambang dan usaha karena sudah melakukan pelanggaran HAM dan hukum bahkan tanah adat dari masyarakat Berau, ” pungkasnya. (JN).