JAKARTA | Bernasindo– -Kasus gagal bayar Nasabah PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life/WAL) sejak 2020 dengan kerugian mengcapai Rp 15,9 Triliun sampai saat ini belum terselesaikan.
Hal tersebut diatas membuat sekitar 504 nasabah Asuransi Wanaartha dengan nilai kerugian sebanyak Rp822 miliar, yang berasal dari 1.165 polis datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menghadiri sidang pertama gugatan perwakilan kelompok (class action) atas kasus gagal bayar Wanaartha pada Rabu, (4/10/2023).
Pada pelaksanaannya, para perwakilan nasabah yang berjumlah lebih dari 100 orang terlihat memenuhi ruang sidang Oemar Seno Adji 1, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hingga sebagian dari mereka tidak dapat tertampung di dalam ruangan.
Meski awalnya sidang dimulai pukul 10.00 WIB tetapi sidang persidangan sempat ditunda karena ada data yang belum komplit dan sidang baru dimulai kembali pada pukul 11.00 WIB dengan hakim ketua dalam sidang perdana tersebut adalah Kadarisman Al Riskandar.
Adapun agenda sidang pertama adalah pemanggilan tergugat dan pihak tergugat dalam perkara ini adalah Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kejaksaan RI, dan WAL.
Dari keempat tergugat tersebut, pemanggilan tiga diantaranya dianggap sah. Namun, pemanggilan atas Wanaartha disebut tidak sah.
“Pemanggilan kepada PT Wanaartha Life tidak sah karena menurut keterangan PT Pos Indonesia, alamat yang dituju sudah berubah,” ujar Kadarisman selaku hakim ketua dalam sidang tersebut.
Belakangan diketahui, alamat Wanaartha yang tercantum adalah Graha Wanaartha di Jl. Mampang Prapatan Raya no. 76, Jakarta Selatan. Kuasa Hukum korban Dr.Firman Wijaya, SH, MH yang juga merupakan ketua umum Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) mengatakan ;”Jika Asuransi WanaArtha sudah tidak ada kegiatan ditempat itu tetapi faktanya yada beberapa dokumen yang menunjukan bahwa mereka masih ada ditempat itu dan semua itu bagaikan sebuah trik dari prinsip Good Corporate Governance(GCG) dan ini mereka lakukan untuk lari dari tanggung jawab”, ujar Firman yang ditemui oleh awak media sesuai sidang berakhir.
“Pada sidang pertama hari ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak hadir padahal pengadilan sudah mengundang secara resmi termasuk Kejaksaan Agung, sidang ini merupakan kepentingan dari masyarakat (pemegang polis),” ungkap Firman.
“Jangan sampai gara-gara hal tersebut diatas menimbulkan rasa ketidakpercayaaan pada lembaga-lembaga negara yang mempunyai otoritas pada jasa asuransi,” tegasnya.
“Itulah semangat yang pada hari ini ingin disampaikan pada masyarakat dari korban Asuransi Wanaartha sebagai korban regulasi yang tidak jelas atau perlindungan yang lemah bagi pemegang polis dan ini resikonya sangat besar bagi dunia investasi, dunia bisnis dan termasuk jasa asuransi,” kata Firman.
“Tidak ada yang kebal hukum di negara ini dan saya rasa gugatan ini merupakan gugatan yang rasional oleh masyarakat karena menurut kami sudah tidak bisa beralasan terkait jika pegang polis bodong karena polis nasabah itu jelas di kontrol atau dikendalikan oleh otoritas negara dan tidak bisa dinyatakan bodong begitu saja.”
“Kita tahu Asuransi WanaArtha sudah ada sejak tahun 1974 dan harusnya tidak ada lagi yang namanya argument ini disebut tidak rasional, karena bagaimana pun ini merupakan ruang publik yang harus mendapatkan dukungan dan perlindungan dari pemerintah.”
“Untuk itulah kami daru Peradin sebagai organisasi tertua yang dilahirkan sejak tahun 1964 dan kita sudah biasa dekat dengan masyarakat, untuk itu kami akan terus melakukan pembelaan terhadap masyarakat karena hal tersebut merupakan panggilan jiwa kami sebagai seorang advokat,” tutur Firman.(JN).