JAKARTA | Bernasindo – Pihak Ike menilai bahwa tuduhan tersebut tidaklah berdasar hukum. Bahkan, Ike saja tidak pernah mnenghadiri persidangan. Sebagai respon terhadap perenggutan hak tersebut, Komnas HAM dan Komnas Perempuan memberikan rekomendasi dengan muatan bahwa tuduhan yang ditujukan kepada Ike tidak memiliki dasar hukum dan dengan demikian, kasus harus dihentikan.
25 Juli 2024 – Kapolri mengeluarkan surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D) atas hasil Gelar Perkara Khusus (GPK) yang diselenggarakan oleh Kabareskrim pada 1 April silam. SP3D tersebut menyatakan bahwa tuduhan yang dilaporkan oleh PT EPH tidak memiliki dasar hukum.
Lebih jelas, Kapolri memutuskan bahwa tuduhan pelanggaran terhadap
Pasal 242 ayat (1) KHUP tidaklah memenuhi unsur pidana, melihatn fakta bahwa Ike Farida tidak pernah menghadiri sidang perkara Peninjauan Kembali (PK) pada 2021 silam, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Begitu pula dengan tuduhan pelanggaran terhadap pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 266 KUHP tentang pemalsuan surat. Tuduhan tersebut tidaklah berdasar karena faktanya memang IkenFarida tidak pernah melakukan pemalsuan dokumen. Hal lain yang dituduhkan yakni terkait pengajuan bukti baru atau novum di tahapan Peninjauan Kembali (PK) pada tahun 2021. Namun, tuduhan tersebut juga tidak dapat dipenuhi karena penyelenggara GPK menyimpulkan bahwa pengajuan tersebut hanya upaya Ike Farida untuk mempertahankan hak-hak keperdataannya.
“Kok bisa, sudah dilunasi 12 tahun yang lalu, tapi unit apartemen tidak juga diberikan kepada Ike Farida, padahal sudah
dilunasi? Ibu Ike juga sudah menang 8 putusan pengadilan, eh Kok malah dilaporkan ke Polisi? Ada apa
ini Pengembang?!” Ujar Kamaruddin Simanjuntak saat press conference massa demonstrasi, 5 Agustus 2024.
26 Juli 2024 – Belasan Oknum Polda mengepung Kantor Kuasa Hukum Ike Farida untuknmelakukan penangkapan terhadap Ike. Tindakan Ini jelas merupakan bentuk kesewenang-wenangan oknum polda terhadap Ike yang secara sah dinyatakan tidak bersalah oleh kapolri.
Lebih jauh, tindakan tersebut bisa saja dikatakan sebagai langkah pembangkangan terhadap perintah kapolri. 4 September 2024 – Sekitar pukul 10.30 di Bandara sepulang Ike Farida dari Negeri Singa untukbberobat, secara mengejutkan, belasan oknum PMJ melakukan penangkapan terhadap Ike.
Diketahui, oknum tersebut adalah bagian dari Unit 5 Jatanras PMJ Kdengan salah satu nama PakbSitepu, Pak Alex, dan Pak Wibisono. Tim kuasa hukum Ike menilai bahwa penangkapan tersebut adalah ilegal mengingat tidak pernah ada surat panggilan yang diberikan. Terlebih, telah turun SP3D dari Kapolri yang diabaikan oleh oknum PMJ secara terang-terangan.
Kemudian, selama proses penangkapan, oknum PMJ juga bersikap arogan dengan menekan Ikebdan menyita gawainya, sehingga tidak dapat menghubungi kuasa hukumnya. Tim Kuasa Hukum Ike Farida sangat menyayangkan kejadian ini, terlebih lagi ketika memar dan bengkak terlihat jelas di kedua tangan Ike, bukti nyata dari kekerasan yang kdialaminya.
Tidak berhenti disana, Pak Mujibus, juga bagian dari Unit 5 Jatanras PMJ berupaya melakukan penahanan dengan dalih “hendak melarikan diri ke luar negeri,” meskipun faktanya Ike baru saja kembali ke tanah air.
Ironisnya, kekerasan dan pelanggaran HAM ini justru dilakukan oleh aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi representasi yang memayungi keamanan masyarakat, bukan seolah- olah mengaminkan kriminalisasi yang menimpa masyarakat.
“Kami sangat menyayangkan sikap oknum anggota PMJ yang secara sewenang-wenang melakukan penangkapan terhadap klien kami. Padahal, arahan dan petunjuk melalui SP3D menyebutkan bahwa tuduhan-tuduhan yang dilayangkan tidaklah berdasar. Jadinya seperti pembangkangan secara terang. (Yt).